Jumat, 01 April 2016

Sepintas Buku SMS Mengubah Pontianak

TIDAK ada kata yang pantas terucap selain syukur kepada Allah SWT. Sebab hanya dengan rahmat dan ridho-Nya, penulis bisa menyelesaikan buku berjudul SMS Mengubah Pontianak ini. Apalagi, buku ini dikerjakan di antara kesibukan penulis sebagai jurnalis di Harian Tribun Pontianak.

Setelah lima bulan, tepatnya sejak September 2012, akhirnya buku ini selesai disusun. Buku ini adalah kumpulan interaksi publik antara Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, dengan warga Kota Pontianak melalui rubrik Yok Bangun Kote Kite.

Rubrik yang terbit setiap hari di Tribun Pontianak ini, sudah dimulai sejak, 15 Febuari 2010 lalu.
Rubrik ini, memungkinkan setiap warga Pontianak, menyampaikan aspirasinya terkait pelayanan publik yang dikirim melalui short message service (SMS).


Setiap pertanyaan yang masuk, mulai berupa pujian, keluhan, masukan, pertanyaan, hingga kekecewaan, dijawab langsung oleh Wali Kota Sutarmidji, juga lewat SMS. SMS warga dan SMS Wali Kota diterbitkan bersamaan setiap hari pada Halaman 10 di Tribun Pontianak.

Ada ribuan SMS yang masuk. SMS-SMS tersebut, selanjutnya dikodifikasi, disatukan sesuai masalahnya, hingga Februari 2012. Bukan tanpa alasan, Wali Kota Sutarmidji, meminta kumpulan SMS di rubrik Yok Bangun Kote Kite, ini dibukukan. 

Pertama, rubrik ini telah memotivasi warga Kota Pontianak berpartisipasi aktif di semua sektor pembangunan. Tidak jarang, bahkan semua SMS yang dikirimkan warga, selanjutnya menjadi bahan bagi Pemkot Pontianak untuk menyusun kebijakan dan program-program pembangunan yang pro rakyat dan tepat sasaran.

SMS tentang perbaikan jalan misalnya, menjadi dasar bagi Pemkot Pontianak untuk membangun dan memperbaiki hampir seluruh jalan dan gang di Kota Pontianak. Mulai dari Jl Purnama, Perdana, Jeruju, Kota Baru, hingga Tanjungraya II.

Partisipasi warga ini, menjadikan pola perencanaan pembangunan yang sejak awal menggunakan pendekatan top down berubah menjadi bottom up. Kedua, rubrik Yok Bangun Kote Kite, juga jadi media Wali Kota Pontianak untuk melihat sejauh mana kinerja SKPD yang ada, terhadap tugas dan tanggungjawabnya.

Tidak ada lagi ruang untuk SKPD melapor sekadar Asal Bapak Senang (ABS), karena warga Kota Pontianak, ikut aktif mengontrol kinerja SKPD. Pada akhirnya, SKPD terpacu untuk bekerja lebih baik.

Ketiga, rubrik Yok Bangun Kote Kite, menjadi media untuk menyampaikan aspirasi dan artikulasi kepentingan publik. Imbasnya, sejak 2010 lalu, hanya ada tiga aksi demontrasi yang ditujukan untuk Pemkot Pontianak.

Keempat, Wali Kota Pontianak percaya, rubrik Yok Bangun Kote Kite, telah mengubah wajah Kota Pontianak, sehingga seperti sekarang. Tentu saja di luar kerja keras seluruh SKPD yang ada, dalam menciptakan good governance dan clean goverment.

Sederet penghargaan diraih, pusat ekonomi dan permukiman tumbuh karena akses infrastruktur jalan yang baik, APBD Kota naik 200 persen, kesehatan dan pendidikan warga jauh lebih memadai.

Atas alasan-alasan itu pula, penulis memberi judul buku ini, SMS Mengubah Pontianak. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya untuk seluruh rekan-rekan jurnalis di Tribun Pontianak yang terus memberikan support agar buku ini bisa segera dinikmati.

Terutama kepada Albert Joko dan Ahmad Suroso. Akhirnya, Tiada Gading Yang Tak Tetak. Penulis menyadari, sejak proses penyusunan sampai buku ini selesai disusun, jauh dari kata sempurna.
Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf, dan dengan lapang dada menanti kritik serta saran konstruktif agar ke depan menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat!

Pontianak, Februari 2013
Salam,
Hasyim Ashari
Balas SMS Sendiri

Rubrik ini, idenya dari siapa?
Sebenarnya, ide ini awalnya dari Tribun Pontianak. Setelah kita kaji, ternyata ini bagus, sehingga saya merespon untuk bekerjasama.

Bagusnya di mana?
Kerjasama ini betul‑betul kerjasama yang sangat menguntungkan Pemkot Pontianak. Sebab kita tidak keluar biaya sedikitpun. Kita apresiasi Tribun karena peduli dengan kemajuan Kota Pontianak. Rubrik ini menjadi pemacu kita untuk melakuan perbaikan berbagai upaya percepatan dalam gerak pembangunan Pontianak.

Apakah rubrik serupa pernah ada?
Belum. Belum ada. Tapi, setelah rubrik Yok Bangun Kote Kite, ada yang coba. Namun, tidak bertahan lama karena mungkin pengemasannya yang tidak pas. Tapi, Tribun kan betul‑betul diserisusi. Kadang ditempatkan di halaman pertama. Ini menunjukkan, konsern dan kontiyuitasnya yang membuat rubrik ini bisa bertahan sampai sekarang.

Apakah menyiapkan nomor khusus untuk SMS?
Saya pakai dua nomor. Saya gunakan satu nomor yang sering saya pakai. Supaya saya bisa melihat langsung pertanyaan-pertanyaan yang dikirim ke saya. Dan dalam kesempatan pertama, biasanya saya jawab.

Tapi, kadang tidak. Karena kesibukan, saya di SMS pertanyaannya sudah hampir habis, sehingga persediaan untuk dimuat besoknya, atau beberapa hari lagi sudah tidak ada. Nah saya langsung upayakan jawab. Kalau saya punya waktu jam 11 malam, jam 11 malam saya jawab.

Berapa banyak SMS yang masuk?
Biasa, sehari lebih dari 10. Biasanya juga cuman satu dua. Tapi saya saking asyiknya, sehari saya jawab 20 SMS. Tapi saya upayakan bisa secepatnya menjawab.

Apakah SMS yang masuk tidak merepotkan?
Tidak. Karena ini satu media komunikasi yang sangat membantu saya. Banyak pertanyaan yang mengispirasi kita untuk melakukan percepatan-percepatan dalam pembangunan Pontianak. Bahkan, ada beberapa hal yang kita lakukan itu, ide‑idenya sebenarnya dari pertanyaan‑pertanyaan itu. 

Dan ini tantangan untuk percepatan menangani masalah kota. Dari pertanyaan itu juga, ketika jawaban saya berikan, biasanya segera ditindaklanjuti dinas. Biasanya tuntas.

Bilamana menjawab SMS?
Kadang saat turun dari rumah ke kantor, dalam mobil. Atau di waktu senggang, habis Salat Zuhur, dan jika tidak ada tamu, saya gunakan untuk menjawab. Waktunya dalam waktu santai. Biar betul‑betul fresh sehingga kita bisa menjawab dengan memahami pertanyaan‑pertanyaan yang ada.

Saya itu jarang tidur di bawah jam 12 malam. Selalu di atas jam 12. Biasanya antara jam 11 dan jam 12 acara TV itu kan berita olahraga. Setengah jam kemudian berita yang siangnya sudah kita lihat dan dengar. Sambil menunggu acara selanjutnya, saya gunakan waktu untuk menjawab SMS‑SMS itu.

Apakah ada tim atau staf khusus untuk menjawab SMS itu?
Semuanya saya jawab sendiri. Tidak ada staf atau tim khusus yang saya suruh untuk menjawab SMS yang masuk. Sampai sekarang pun, belum satupun SMS yang jawabannya saya harus tanya dulu ke dinas. Jadi, silakan saja nanti dicek ke dinas. Tidak pernah dinas memberi input kepada saya untuk menjawab satu SMS pun. Kalau pun ada kalimat-kalimat yang keluar dari jawaban itu, semuanya itu 100 persen dari saya.

Apakah orang percaya bahwa SMS itu langsung dari Bapak?
Hampir semua tidak percaya. Saya rasa, hanya 10 persen orang yang percaya saya jawab sendiri. Kenapa, karena hampir tidak dilakukan selama ini. Kalau kepala daerah yang melakukan pasti bertanya kepada Humasnya.

Namun, ini saya lakukan sendiri. Sehingga kalau ketemu dengan kepala daerah lain, mereka bialng, masa sih. Saya tunjukkan, ini HP saya, ini SMS  dan ini jawabannya. Baru mereka percaya. Kepala kepala SKPD akhirnya percaya, karena memang tidak pernah bertanya. 

Awalnya orang tidak percaya. Tapi akhirnya mereka tahu kalau itu seratus persen saya yang menjawab.
Kalau istri saya tahu. Kalau malam malam-malam saya SMS, tak mungkin saya SMS siapa-siapa kan? Dia sudah tahu. Ini kenapa saya berjam-jam SMS-an, dia tahu saya sedang jawab itu.

Ada pertanyaan-pertanyaan teknis, bagaimana Bapak bisa menjawabnya?
Saya berupaya untuk memahami semua lingkup tugas saya. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan publik. Sehingga saya dituntut untuk harus tahu berapa lama IMB harus selesai, berapa hari TDP, izin HO selesai, itu semuanya sudah di luar kepala saya.

Dari pertanyaan-pertanyaan itu, kita lakukan evaluasi-evaluasi. Kalau masih ada yang bilang lama, kita evaluasi. Bahkan ada pertanyaan yang keluhan itu, akhirnya saya tantang BP2T, mampukah lebih cepat. Ternyata bisa. Lahirlah misalnya kesepakatan SITU, SIUP, TDP, satu hari selesai. Bahkan dua jam sudah selesai.

Dalam menjawab SMS, kadang pakai kalimat tegas, ketus, hingga bercanda?
Tegas menunjukkan kepada masyarakat, kepada penaya, Pemkot serius menangani sesuatu. Kalau saya selingi candaan, itu karena penanya menanggapinya terlalu serius padahal itu sbenarnya itu hal sepele. Makanya dicandain. Kalau pertanyaannya ketus yang kita jawab ketus juga. Tapi pada akhirnya, saya akan perhatikan. Kadang memberikan dia masukan. Mislanya agar jangan Suudzon dulu.

Dari sekian banyak SMS, mana yang paling berkesan?
Sebenarnya banyak. Tapi saya tertarik dengan SMS yang dia gunakan kalimat yang sebenarnya bikin kuping kita panas bacanya. Kadang kritik dia terlalu berlebihan. Ini saya jawab juga. Kadang dengan kata-kata ya agak model-model kalimat yang dia buat juga. Tapi kebanyakan saya guyoni saja.

Dengan kalimat-kalimat itu, hampir semua SMS itu berkesan bagi saya. Makanya, saya awali dengan kata Aduh, Oh ya, Iya tuh Pak, Iya tuh Mas. Artinya kita sependapat dengan dia. Ini juga kalau pertanyaan yang sangat simpati, saya jawab dengan sangat simpati agar mereka merasa dihargai.

Pengirim SMS seperti ini sesungguhnya menjadi corong Pemkot di masyarakatnya. Misalnya, keluhan ada orang buang sampah sembarangan dari dalam mobil di jalan. Saya jawab, iya tuh Pak. Saya pernah juga di mobil lihat orang makan rambutan, buang sembarangan saja dari mobilnya, saya kejar dan lihat sendiri.

Jadi kadang juga kita memang harus memberi pelajaran kepada mereka dan kadang memotivasi kembali masyaraat kita untuk lebih banyak peduli. Pertanyaan-pertanyaan ini bukti kepedulian masyarakat terhadap kotanya.

Kalau masyarakat kita sudah perduli dengan pembangunan kotanya, itu modal dasar bagi pemerintah mengimplementasikan programnya. Yang penting itu masyaraat perduli dulu. Nah rubrik ini memacu masyakat untuk perduli tentang kotanya. Apa saja yang ia mau tahu silakan tanya. Apa saja yang mau ia kritik kita terima. Memang itu yang harus kita lakoni.

Apa urgensi rubrik ini untuk tugas‑tugas wali kota?
Yang jelas membuat saya harus menguasai sebanyak mungkin, kalau perlu seluruh ruang lingkup tugas, saya kuasai. Itu yang pertama, saya ditantang. Ketika saya sudah tahu semua, saya lebih gampang mengawasi.
Kemudian rubrik ini juga menjadi pengikat yang kuat dalam pengawasan. 

Kepala skdp itu yang mebawasi tidak saya, masyarakat. Mayasraat melakui mana, melalui Yok Bangon Kote Kite. Dia ikut mengawasi. Kalau tidak betul, misalnya Wah Pak pengecoran jalan itu kayaknya kurang sesuai besteknya. Kan itu pengawasan.

Jadi rubrik ini menjadikan pengawasan itu di lapangan lebih mudah. Kinerja aparatur semakin baik karena dia diawasi masyarakat. Karena saya yang jawab langsung, kenapa saya tidak mau melibatkan SKPD jawab? Supaya dia hati-hati.

Kalau dia saya minta menjawab, kan dia tidak baca karena pertanyaannya dikasih ke dia. Kenapa saya jawab langsung supaya dia harus baca dan dia harus ikuti. Nah akibatnya apa, seorang kepala SKPD tak hanya tahu apa yang ada di SKPD dia.

Tapi, dia juga tahu yang ada di SKPD lain. Ketika dia pindah ke SKPD lain, sebenarnya dia sudah tahu dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di rubrik ini, apa masalah di SKPD lainnya. Kalau ada mutasi, ada promosi, rolling, dia tahu sebagian besar tugas pokok dan fungsi dan permasalahan yang akan dihadapi.

Nah ini yang saya sangat ingin supaya rubrik ini bisa diikui daerah-daerah lain, itu. Yang mengawasi masyarakat, kemudian menjadi media untuk pejabat megetahui tugas pokok dan fungsi, serta permasalahan di SKPD lain.

Kalau tidak ada itu, kan dia tidak tahu masalah di SKDP lain apa. Ketika dia pindah di situ kan dia buta. Kalau ini, minimal sebagian besar sudah tahu apa masalahnya. Sebab pertanyaan di rubrik ini, sesungguhnya hampir menyentuh semua dinas. Jadi, dia tidak harus belajar lagi.

Apa respon staf SKDP dengan rubric SMS ini?
Mereka saya yakin, semua kepala SKPD, tak hanya BP2T yang dia baca pertama ketika menerima koran Tribun dan saya pastikan semuanya pasti langganan Tribun, yang dibaca adalah rubrik Yok Bangun Kote Kite

Itu headline bagi mereka. Karena harus melaksanakan jawaban saya itu pada kesempatan pertama.
Saya sudah minta kepada mereka segera menangani sehingga mereka takutnya, kalau pagi seandainya ketemu atau saya panggil, takutnya dia tidak tahu. 

Hampir semua. Saya kadang cek mereka. Ada pertanyaan misalnya di BP2T, atau PU, Cipta Karya. Biasanya sengaja saya datangi jam 10 pagi. Saya Belum tanya, mereka sudah jawab Pak yang SMS Tribun ini sebenarnya begini, begini. 

Hampir semua seperti itu. Kalau mau klaim sih tidak. Tapi hampir 90 persen begitu. Begitu saya datang ke Diknas misalnya, karena ada jawab orang yang minta beasiswa anaknya, belum saya tanya, orang Diknas sudah jawab Pak SMS yang Tribun sudah begini dan begini.

Ini menunjukkan bagus untuk respon mereka cepat. Jika ada hal serupa, tak perlu ada orang SMS, tak perlu perintah wali kota. Mereka sudah tahu keinginan saya apa.

Terkait sikap proaktif SKPD itu, apakah sebelumnya pernah terjadi?
Belum. Kalau pun ada satu dua saja. Mereka juga kadang tak berani vulgar. Padahal saya senang mereka sampaikan apa adanya. Sampai kan saja apa adanya. Kita bisa jawab dengan baik dan dengan pola seperti ini akhirnya.

Apa ada jawaban wali kota di rubric yang tak dijalankan SKPD?
Hampir tak ada. Kalau pun ada, itu berkaitan dengan pertanyaan yang kadang melibatkan beberapa dinas. Misalnya tentang pembangunan sekolah. Penganggaran dan yang membangun fisiknya di Pekerjaan Umum, yang menggunakan bangunannya Diknas. 

Jadi, kalau ada masalah di anggaran dan pengerjaan fisik, Diknas jadi tidak tahu. Kenapa ini kok ini WC sekolah bangunannya tidak berfungsi baik Diknas tidak tahu karena itu kan banguannya PU atau Cipta Karya.

Pernahkan mengumpulkan SKPD membahas SMS yang masuk?
Biasanya, itu selesai oleh mereka. Tapi ada juga yang bisa saya panggil, kalau saya lihat misalnya masih ada pertanyaan tentang masalah yang sama dari masyarakat. Kalau sudah kembali ditanyakan, saya akan panggil beberapa SKPD terkait untuk kedepannya tidak perlu sampai saya harus memimpin koordinasi itu. 

Tapi, mereka harus saling koordinasi. Kadang itu ada ide, benar juga masyatakat. Padahal anggarannya di SKPD ini, tgas pokok sehari-hari di SKPD ini. Untuk menyatukan ini kite bertemu. Jadi Yok Bangon Kote Kite ini juga bisa jadi bahan evaluasi kita untuk efesisen dan percepatan dalam kordinasi maupun penempatan anggaran-anggaran untuk kegiatan yang memang saling bersinggungan antar satu SKPD dengan SKPD lain.

Contoh misalnya kan PU dengan Cipta Karya, PU dengan Perhubungan. Kegiatan ada di PU pengaturan lainnya di perhubungan. Misalnya marka jalan itu di Perhubungan. Tapi biasanya kalu ada yang seperti ini, mereka lapor dulu ke saya. Tapi itu sedikit paling kasus-kasus tertentu yang memang harus cepat.

Dinas mana yang paling banyak ditanyakan lewat SMS?
Pertama, PDAM, PU, Diknas, itu yang sering banyak mendapat pertanyaan masyarakat. Tapi, semuanya ditangani dengan baik. 90 persen SMS yang masuk ditindaklanjuti.

Hampir tiga tahun mengasuh rubrik ini tanpa bantuan siapapun. Apa harapan ke depan?
Pertama, saya ingin rubik ini lanjut karena dampak positifnya sangat besar. Saya mengajak seluruh kepala daerah itu harus berani membuat rubrik seperti ini. Ini komunikasi kita dengan masyarakat yang harus kita lakukan sebagai pimpinan.

Rubrik ini juga penuh dengan inspirasi untuk percepatan pembangunan kota. Kadang ide-ide datangnya dari masyaralat itu lebih murni. Mereka kadang sampaikan dengan kalimat-kalimat yang bagaimana untuk menunjukkan ketulusannya. Itu merupakan modal dasar kita untuk perbaikan-perbaikan dalam penanganan sesuatu di yang ada tata pemerintahan kita.

Mengapa tertarik untuk dibukukan?
Pertama, buku ini mungkin bisa dijadikan motivasi untuk jajaran kita dulu agar semakin memahami permasalahan yang berkaitan dengan tugas-tugas kita dengan masyarakat. Kita bisa melihat permasahan pemerintahan di masyarakat.

Itu saja rasa sudah lengkap di SMS yang masuk. SMS-SMS itulah yang harus kita tangani. Buku ini juga kalau dibaca dengan baik oleh pemangku kepentinan, pelaksana tata pemerintahan, akan memudahkan dia mengantiaipasi permasalahan yang timbul karena sudah tahu antisipasinya.

Rubrik ini melalui aspirasi yang disampaikan lewat SMS, ternyata meredam masyarakat menyampaikan aspirasi dengan cara demonstrasi. Selama empat tahun saya menjadi wali kota bersama Pak Paryadi, baru dua kali didemo.

Itu pun sebenarnya bukan ditujukan ke kita karena masalah bahan bakar minyak (BBM). Masalah BBM bukan urusan kita, tapi Pertamina. Kedua, ke depan siapapun yang memimpin kota ini, dia haris bergaya, gayanya seperti itu kalau mau cepat.

Karena sekarang ini pembangunan kita sangat cepat dan tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi. Buku ini bisa dibaca oleh semua kalangan. Kita juga akan cetak buku ini dan diberikan kepada masyarakat agar mereka semakin peduli tentang kotanya dan ikut mengawasi jalannya pemerintahan ini.

Buku ini, juga kita kirim kepada kepala daerah-kepala daerah yang lain supaya mungkin bisa jadi inspirasi kepala daerah, dalam berkomunikasi untuk kepentingan mayarakatnya. Komunikasi rubrik ini jadi salah satu pemicu kita dapat prestasi-prestasi yang luar biasa.

Saya katakan luar biasa karena hampir semua jenis penghargaan kita sudah dapat. Kecuali satu yang belum, Adipura. Kenapa Adipura belum berkaitan dengan pasar. Flamboyan yang kumuh, itu selalu jadi alasan mereka.

Kalau yang lain sudah semakin baik. Jadi untuk mengubah dari 10 yang terjelek menjadi pelayanan publik 10 yang terbaik. Mengubah dari Disklaimer jadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), salah satunya karena komunikasi yang baik dengan masyarakat.

Akhirnya tidak banyak masalah yang timbul. Semua kepentingan mereka kita tangani. Itu jadi kepuasan bagi kita, jajaran Pemkot Pontianak. Kita meriah predikat Kota Layak Anak dua tahun berturut-turut, Keluarga Berencana (KB) dari John Hopkins University, Presiden juga, Inovasi Goverment Watch, Penanganan Kawasan Kumuh kita dapat.

Agustus ini, kita dapat 8 penghargaan. Itu tadi yang terakhir yang dimuat Tribun, seorang guru Pontianak yang termotivasi oleh tantangan saya akhirnya terpilih jadi guru teladan juara 1 tingkat nasional.
Nah itu semuanya media yang berperan menjadikan masyarakat kita ikut dalam pembangunan kota ini. Partisipasi media massa sangat positif, sangat baik. 

Saya sagat senang media mengkritisi apa yang tak kita lakukan padahal seharusnya kita lakukan.
Secara umum, media berperan besar dalam pencapaian kerja Pemkot. Saya akan ajak media nanti untuk bersama-sama kita, menghilangkan kayaknya sulit, yang namanya korupsi ini karena  konsep pemahaman korupsi sanagt luas. Tapi menekan seminimal mungkin, bisa.

Ini yang saya mengajak media terus menyuarakan itu, sehingga era transparansi seperti ini, harus kita gunakan untuk mempermudah penanganan atau menekan angka korupsi di mana pun. Itu bisa, media bisa mekakukannya. 

Demikian, sepintas tulisan di buku SMS Mengubah Pontianak ini. Di buku aslinya, lebih banyak data, strategi, dan pencapaian pembangunan di Kota Pontianak yang dilakukan Wali Kota Sutarmidji. Inilah warisan tak ternilai dari sosok kepala daerah untuk warga dan penerusnya kelak. (*)


Tidak ada komentar: