Senin, 29 Maret 2010

Menggugat Mandat KOSTI


Oleh: Hasyim Ashari S.SOs
Wakil Ketua SEPOK

Pelantikan pengurus Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) Kalbar, Sabtu (27/3), berjalan lancar. Namun, pelantikan tersebut masih menyisakan tandatanya. Terutama di kalangan pengurus dan naggota Sepeda Onte Kalimantan Barat (SEPOK).

Sejak awal, SEPOK lahir dengan dasar kecintaan anggotanya kepada sepeda tua. Kami juga sepakat meletakkan dasar organisasi ini jauh dari kepentingan apapun. Meski harus diakui, anggota dan pengurus SEPOK datang dari berbagai kalangan. Namun, semangatnya tetap satu, melestarikan sepeda tua dan menjadikannya bagian dari gaya hidup sehat.

Anggota dan pengurus SEPOK tidak pernah haus dari kekuasaan apapun. Apalagi organisasi ini merupakan organisasi nirlaba. Kerja keras membangun SEPOK saja, sudah cukup untuk membuktikan bahwa kami memang mencintai organisasi ini. Kecintaan itu, kami tuangkan dalam berbagai bentuk aktivitas nyata dan positif. Hingga pada sampailah pada titik, kami memang pioner.

Pasca KOSTI berdiri, SEPOK ikut menjadi saksi. Meski kami hanya bisa melihatnya dengan haru dari bawah Garis Equator. Saat itu, kami bertekad KOSTI Kalbar harus terbentuk. Namun, saat itu pula, organisasi sepeda tua di Kalbar, hanya ada dua. Pertama SEPOK yang ada di Pontianak, yang kedua adalah KESATRIA dari Kabupaten Kubu Raya.

Kami pun menunggu waktu yang tepat untuk mendirikan KOSTI Kalbar. Pertimbangannya adalah, KOSTI, kami anggap organisasi yang harus memiliki kewibawaan di mata anggotanya. Itu artinya, unsur keterwakilan menjadi harga mati. Semua pengurus sepeda tua di Kalbar, tidak boleh jadi penonton. Mereka harus jadi aktor yang membidani kelahiran KOSTI di tanah Borneo.

Tahun ini, rencananya pengurus SEPOK akan mencoba untuk mendirikan KOSTI Kalbar. Sebab belakangan sudah muncul organisasi serupa. Sebut saja, SEWOD yang hanya dalam lingkup satu gang, yaitu Gg Wonodadi di Kabupaten Kubu Raya, Lereng Sintang di Kabupaten Sintang, Sepeda Ontel Anak Galaherang di Kabupaten Pontianak, Pangsuma di Kabupaten Sanggau, Kropos di Singkawang, juga di Kabupaten Ketapang. Terakhir, muncul organisasi sepeda tua di Pontianak meski anggotanya hanya berada dalam satu kecamatan, bahkan hanya beranggotakan beberapa orang dalam satu gang saja. It's Ok!

Kami pun berpikir, mungkin sudah saatnya membentuk KOSTI Kalbar. Mengingat, pasca sepok berdiri, ternyata turut memotivasi organisasi serupa di berbagai kabupaten dan kota di Kalbar. Namun, pengurus SEPOK tetap berpegang pada keinginan semula. KOSTI Kalbar, harus lahir dan dibidani seluruh organisasi sepeda tua yang ada di Kalbar. Ideal? KOSTI memang harus ideal!

Hal itu memang butuh waktu. Sebab tidak mudah mengumpulkan mereka semua duduk dalam satu forum bersama. Namun, sejak tahun lalu, intensitas komunikasi dengan pengurus di berbagai daerah itu sudah terjalin baik. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Bukan terjebak oleh kesempurnaan, namun kami menyakini mengumpulkan mereka bukan hal yang mustahil. Untuk itulah, SEPOK tidak ingin tergesa-gesa membentuk KOSTI Kalbar.

Namun, apa daya. Rencana tinggal rencana. Di tengah upaya mematangkan pembentukan KOSTI Kalbar itu, muncul keinginan beberapa orang, yang ingin menggesa pembentukan KOSTI Kalbar. Tentu kami menyambut baik, siapapun mereka. Toh, mereka juga masih aktif tercatat sebagai anggota SEPOK. Sebab keinginan kita memang sama, membentuk KOSTI Kalbar. Dan sudah tentu juga, sejatinya keinginan itu tetap berada dalam koridor yang benar. Bukan grasak-grusuk, sebab ada aturan yang mengikat.

Pengurus SEPOK sudah mengingatkan untuk menunda pembentukan KOSTI Kalbar, kepada beberapa orang yang ingin segera mewujudkan KOSTI Kalbar. Namun, keberatan yang diajukan dinilai hanya sebagai sentimen pribadi. Padahal, Ketua SEPOK, Jayus Agustono, melayangkan surat keberatan dalam kapasitasnya sebagai ketua organisasi dengan anggota sekitar 200 orang ini.

Keberatan juga datang dari Kabupaten Ketapang dan Sanggau. Namun, sekali lagi apa daya. Mimpi untuk menjadikan KOSTI Kalbar sebagai organisasi ideal, tinggal cerita. Komunikasi yang terjalin antara Pengurus Pusat KOSTI, dalam hal ini Sekjen Kosti Fahmi Saimima, bukan lagi dalam ranah organisasi dengan organisasi. Sebab, kalau itu yang terjadi tentu komunikasinya adalah dengan Ketua SEPOK, Jayus Agustono.

Maka, sudah bisa ditebak, Pengurus Pusat KOSTI tetap menerbitkan surat mandat. Mandat yang tertuang dalam SK Nomor 011/PP-KOSTI/1/01/01/2010 itu menunjuk Laisah Maranatha, yang juga anggota SEPOK, sebagai pelaksana mandat. Pengurus SEPOK sekali lagi, tidak pernah memperkarakan siapapun yang menerima mandat, sepanjang memang prosedural.

Okelah, PP KOSTI menyebut secara administrasi permohonan yang diajukan Laisah dkk sudah cukup. Namun pernahkan PP KOSTI mengkonfontir langsung bagaimana lahirnya persyaratan administrasi yang dinilai cukup itu? Di sinilah kepekaan PP KOSTI turut digugat.

Oke, katakan saja pengurus SEPOK kalah cepat satu langkah hanya karena menunggu moment terbaik membentuk KOSTI Kalbar. Mari masuk ke SK mandat. Dalam SK mandat itu, pelaksana mandat diminta secepatnya untuk menggelar pra-musyawarah daerah (Musda). Asumsinya, merekalah yang menjadi tim formatur untuk musyawarah daerah.

Namun, yang terjadi adalah musda tidak pernah digelar. Organisasi-organisasi sepeda tua di Kalbar juga tidak pernah diajak bertemu. Pengurus SEPOK yang diundang, sudah menyatakan keberatan dan meminta agar lebih bersabar agar KOSTI Kalbar tidak lahir prematur.

Permintaan itu kemudian dijawab dengan terbentuknya pengurus KOSTI Kalbar 2010-2013. Luar biasa, KOSTI Pusat yang kami nilai muncul ke dunia karena perjuangan, keringat, dan darah melalui kongres, tapi sebaliknya di daerah. Tidak perlu keringat dan darah. Tidak perlu mengakomodir aspirasi dari bawah. Hanya perlu pendapat beberapa orang saja. Cukup!

Buktinya, KOSTI Kalbar hanya terbentuk dalam tempo empat hari. Disusun hanya berdasarkan rapat biasa, bukan lahir melalui musda, yang selama ini, digadang-gadang sebagai wadah tumbunya demokratisasi di tubuh KOSTI.

Lalu, apa gunanya perintah SK PP KOSTI kepada penerima mandat untuk segera menggelar musyawarah daerah? Toh, tidak menggelar musda pun KOSTI Kalbar tetap bisa terbentuk. Atau pengurus SEPOK yang memang salah mengartikan surat mandat PP KOSTI kepada penerima mandat?

Dan, selamat! itulah senjata paling efektif mematikan demokratisasi di negeri ini. Ketika aspirasi tidak didengar, ketika petinggi mencekoki akar rumput dengan produk keputusan yang mereka sendiri tidak tahu bagaimana keputusan itu dilahirkan. Inilah, penjajahan paling nyata!

Inikah, nilai-nilai luhur yang ingin ditumbuhkembangkan dalam tubuh KOSTI? Inikah konsekuensi yang harus kami tanggung setelah sekian lama mengagungkan KOSTI sebagai organisasi tertinggi sepeda tua di negeri ini? atau memang inikah pelajaran yang kami harus teladani di daerah?

Lalu untuk apa juga AD/ART KOSTI dibuat dan disebarkan ke organisasi sepeda tua lainnya di tanah air. Apakah hanya untuk sekadar disimpan di ruang sekretariat, bahkan mungkin menjelma sampah yang tidak berarti apa-apa. Sementara AD/ART harusnya menjadi sumber hukum dalam setiap gerak organisasi.

Atau, sekali lagi, setelah gagal mengartikan SK mandat PP KOSTI, kini giliran pengurus SEPOK yang gagal menterjemahkan isi BAB VI Aturan Peralihan pasal 19 Anggaran Dasar KOSTI. Bahwa, untuk pertama kalinya pengurus pusat dibentuk oleh deklarator, pengurus provinsi dibentuk oleh koordinator wilayah, dan koordinator wilayah dibentuk oleh klub/komunitas dalam satu daerah kabupaten/kota.

Mari, jadikan moment terbentuknya KOSTI Kalbar untuk instrospeksi organisasi di tingkat klub dan KOSTI sendiri! Buat pengurus SEPOK yang hendak melayangkan Mosi Tidak Percaya, berdoa sajalah agar PP KOSTI masih punya mata, hati, dan telinga. Atau, bersiap-siap sejak dini sebelum kembali menelan pil pahit. Wassalam!!